Dalam perjalananku menuju kembali keMalang dengan Kereta
Api, aku selalu menikmati keindahan panorama yang ada selama perjalananku,
entah gunung, sawah, sungai, jalan raya, and so on. Tak sengaja aku melihat
sekumpulan warga di desa yang kebetulan aku lewati itu sedang menggali tanah di
sebuah pemakaman. Langsung saja aku ucapkan kalimat Tarji’ tanpa berfikir siapa
orang yang meningggal tersebut. Tak lama kemudian, Hpku bergetar, “sister
calling”. Pikirku pasti menanyakan aku telah sampaiatau belum, atau marah-marah
karena aku belum sempat menyapu dan membersihkan rumah sebelum berangkat, atau
ingin menghibur si Mimi (my nephew) dengan menelponku. Aku matikan telponnya
kemudian aku telpon balik. Dengan suara agak gemetar, aku dengar bahwa pamanku telah
meninggal, (yang sempat aku dengar dari Bibi pertamaku kemarin bahwa si Paman
sakit dan beliau diam saja, hanya itu yang aku dengar). Belum ada 5 menit aku
melihat orang menggali kubur, ternyata pamanku sendiri yang meninggal pada hari
itu.
Meskipun hubunganku dan si Paman (suami dari Bibiku yang
nomor 2) tidak dekat, tapi ia tetap keluargaku. Akupun tetap mengeluarkan air
mata kesedihan dan berdoa untuknya, meskipun kesalahan yang pernah ia buat
terhadap istrinya masih sangat aku ingat. Aku mengikhlaskan ia pergi, jadi aku
juga harus bisa memaafkan kesalahan beliau. Aku serahkan semuanya kepada Allah
Yang Maha Memberi Perhitungan, karena Allah yang lebih berhak menilai baik
buruk seseorang.
0 komentar:
Posting Komentar